Peran Keluarga dalam Masyarakat

nama : fadlilah santoso
kelas : 1kb05
npm : 2210489

Peran Keluarga dalam Masyarakat

Keluarga telah kehilangan fungsinya di tengah hingar-bingar kehidupan modern saat ini. Apa tanda-tandanya?
·         Orang tua semakin tidak punya waktu bergaul dan berkumpul bersama anak-anaknya
Bila kita percaya bahwa keluarga adalah bentuk organisasi masyarakat yang terkecil dan paling solid, kita bisa bayangkan masyarakat apa yang sedang kita bentuk di masa mendatang. Bila kekurangan waktu kebersamaan dalam keluarga ini terus berlangsung, masyarakat mendatang merupakan masyarakat yang terpecah-pecah, individualis, serta tidak peduli akan orang lain. Anak-anak akan bertumbuh menjadi pribadi yang kehilangan arah. Mereka tidak belajar bagaimana berelasi dan memperhatikan orang lain.
·         Perceraian semakin banyak dan semakin mudah dilakukan
Selalu, perceraian menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan, dan kebencian. Perceraian yang sedemikian mudah, kadang-kadang tanpa alasan kuat, akan menghasilkan masyarakat yang semakin pemarah di masa mendatang. Belum lagi anak-anak yang dibesarkan tanpa mengenal ayah dan ibunya, mereka bakal menjadi pribadi-pribadi yang kosong jiwanya.
·         Angka bunuh diri yang terus membengkak
Dari 30 November hingga 15 Desember lalu (selama 16 hari) ada lima kasus bunuh diri di gedung bertingkat. Setelah itu juga masih ada kejadian bunuh diri, baik yang diliput media maupun yang tidak. Yang jelas, banyak sekali analisa maupun liputan media yang memperlihatkan bahwa persoalan yang terbesar kasus bunuh diri adalah faktor keluarga. Jelas bahwa angka bunuh diri yang terungkap ini hanya merupakan fenomena gunung es. Artinya, ada begitu banyak usaha bunuh diri yang tidak terungkap.
·         Hubungan seks yang tidak wajar dan video mesum kian marak
Pelakunya mulai dari anak sekolah, pegawai negeri, pejabat tinggi negara, selebriti, dan sebagainya. Seks telah kehilangan unsur sakralnya dan menjadi barang mainan yang murah harganya, menjadi tontonan umum, mulai dari mereka yang berusia anak-anak hingga orang dewasa. Hubungan seks yang mewakili kesatuan antara suami dan istri sedemikian mudah dilakukan hanya untuk kesenangan. Padahal seks di luar pernikahan di dalam Alkitab diasosiasikan dengan kebinasaan (Amsal 5:5).
·         Di sana-sini terdengar kabar tentang pembunuhan, penganiayaan, dan penelantaran, baik antar pasangan, antara ayah dan ibu terhadap anak-anak mereka, atau juga yang dilakukan oleh anak terhadap orang tuanya
Berbagai peristiwa ini memperlihatkan bahwa keluarga bukan lagi merupakan tempat yang aman bagi anggota keluarga. Sebaliknya, bisa jadi rumah adalah tempat yang paling berbahaya buat anak-anak dan anggota keluarga.
·         Angka gangguan jiwa, kecanduan narkoba, disorientasi seksual, dan penyakit menular seksual terus berakumulasi dalam jumlah yang sangat luar biasa menandakan ada yang salah yang sedang terjadi dalam keluarga
Peran apakah yang sebetulnya diharapkan dari sebuah keluarga? Mari kita melihat kutipan dari kitab Maleakhi 2:15 berikut, 
“Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap istri dari masa mudanya.”
Bukan main-main bagian Firman Tuhan ini. Sebuah perintah yang mengandung janji, yakni bahwa pasangan suami-istri harus menjaga kesetiaan. Juga bahwa kesatuan antara suami dan istri ini dimaksudkan Allah untuk menghasilkan keturunan bagi-Nya. Keturunan itu disebut sebagai keturunan ilahi. Bila memang keturunan ilahi yang dihasilkan, tentu hal ini akan dahsyat pengaruhnya terhadap masyarakat.
Lalu mengapa justru kerusakan sedemikian masif yang sedang kita saksikan dalam masyarakat kita? Di manakah sumber persoalannya? Kita bisa melihat kaitan antara kehancuran dalam pernikahan dengan runtuhnya sebuah masyarakat. Coba kita simak kutipan berikut ini dari buku yang ditulis oleh Carle Zimmerman (1947) yang menyebutkan delapan pola perilaku domestik yang khas yang berpotensi menghancurkan masyarakat :
1.       Pudarnya kesakralannya pernikahan …sering diakhiri dengan perceraian
2.       Hilangnya makna tradisional dari upacara pernikahan
3.       Menggebunya gerakan feminis
4.       Menurunnya penghargaan publik terhadap orang tua dan otoritas pada umumnya
5.       Meningkat pesatnya kriminalitas remaja, seks bebas, dan pemberontakan remaja
6.       Penolakan akan peran dan tanggung jawab dalam keluarga
7.       Berkembangnya nafsu untuk melakukan perzinahan
8.       Meningkatnya minat terhadap dan menyebarnya penyimpangan seksual serta kejahatan seksual
Bila kita perhatikan, indikasi kehancuran keluarga yang didaftarkan oleh Zimmerman sejak lebih dari setengah abad yang lampau ini tidak berbeda dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat dan keluarga kita. Boleh dikatakan hampir setiap kita mempunyai anggota keluarga dekat yang pernikahannya tidak harmonis atau bercerai. Juga kita menyaksikan saudara-saudara kita yang mengalami berbagai hal yang disebutkan oleh Zimmerman.
Ada baiknya kita juga melihat data mengenai kesuksesan dalam keluarga dan pengaruhnya dalam masyarakat. Zig Ziglar mengutip laporan penelitian oleh US News dan World Report yang mengaitkan relasi di rumah dengan karier seseorang pada sejumlah milyarder di Amerika memberikan gambaran sebagai berikut: mereka adalah orang yang bekerja delapan hingga sepuluh jam sehari selama tiga puluh tahun dan tetap dalam pernikahan dengan kekasih mereka selama SMA atau di perguruan tinggi. Sebuah perusahaan New York yang meneliti 1365 pimpinan perusahaan menemukan bahwa 87% mereka tetap menikah dengan satu-satunya pasangan hidup mereka dan 92% dibesarkan dalam keluarga yang memiliki dua orang tua lengkap. Hasil penelitian ini lebih dari cukup untuk memperlihatkan bahwa keluarga merupakan kekuatan dan dasar dari masyarakat. Tentu saja yang kita kejar bukan menjadi miliunernya, melainkan lebih dalam pengertian keluarga kita dapat memiliki reputasi dan kehormatan yang baik di tengah masyarakat.
Baiklah kita coba rumuskan beberapa peran keluarga yang memiliki kaitan dengan masyarakat.
1.       Keluarga haruslah merupakan cermin dari masyarakat yang sehat
Banyak ayat Alkitab yang menggambarkan tentang betapa kudusnya pernikahan. Efesus 5:31-32 menyatakannya demikian, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.” Bila pernikahan dapat membuat kita belajar mengasihi dan saling melayani, kita pun akan siap menerapkan kasih di dalam jemaat Tuhan, dan juga masyarakat yang lebih luas.
Keluarga juga harus menjadi tempat yang aman di mana setiap anggotanya bisa belajar untuk saling menghormati. Dengan demikian, ketika kita keluar dari keluarga ke dalam masyarakat yang lebih luas, kita tidak canggung untuk berlaku benar dan sehat.
2.       Keluarga menjadi tempat yang terbaik buat persemaian iman dan pembentukan karakter
Kita akan terkagum-kagum bila menyaksikan bagaimana teguhnya iman Musa sekalipun selama 40 tahun ia dididik dalam budaya Mesir yang sangat terhormat ketika itu. Kita juga terheran-heran bagaimana seorang muda seperti Jusuf dalam kedudukannya sebagai budak tetap bertahan dan menang terhadap pencobaan seksual yang maha berat. Masih ada tokoh lain yang mengagumkan, seperti Daud dan Daniel. Mereka semua hidup dalam penderitaan dan ketakutan, namun mereka memiliki pandangan iman yang melampaui dunia fisik. Mereka menjadi contoh bagaimana orang tua seharusnya mendidik anak di dalam iman sejak dini. Itu sebabnya Allah sangat meninggikan mereka dan membuat anak-anak dan keturunan mereka berbahagia.
3.       Keluarga merupakan tempat pembibitan kepemimpinan dalam masyarakat
Keluarga Kristen diharapkan tidak menjadi keluarga kebanyakan, yang sama dengan keluarga-keluarga lainnya. Keluarga Kristen seharusnya mempunyai keunikan dan keistimewaan yang mampu memberikan pengaruh pada dunia sekelilingnya. Hal itu tercermin dari 1 Timotius 3:2-5 “Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” Anak-anak yang mendapat contoh kepemimpinan yang baik dari orang tuanya niscaya akan mampu belajar memimpin dengan lebih cepat dibanding rekan-rekannya. Dengan demikian, mereka menjadi pemimpin yang handal di masa mendatang.
Ada beberapa tindakan praktis dan strategis sehubungan dengan peran yang dituntut dari keluarga.
1.       Setiap kita hendaknya tidak jemu berbuat baik terhadap pasangan hidup kita
Kebanyakan pernikahan yang tidak harmonis dapat ditelusuri kepada dua penyebab utama, yakni karakter masing-masing pasangan, dan sikap tidak mau kalah atau tidak mau direndahkan. Pertengkaran mungkin dipicu oleh hal kecil, dan menjadi semakin berkobar karena kedua penyebab tersebut. Firman Tuhan mengajak kita untuk belajar dan melatih diri dengan meneladani Yesus Kristus.
2.       Setiap pasangan orang tua harus menyediakan waktu yang cukup buat keluarga
Tanpa waktu yang memadai, kekosongan hati akan lebih sering dialami, terutama oleh anak-anak. Waktu pertemuan yang kurang akan memicu lebih banyak kesalahpahaman. Begitu pula, hal-hal yang esensial, seperti misalnya, menanamkan iman dan membentuk karakter yang baik lewat kebiasaan yang baik menjadi musykil di tengah sempitnya waktu. Merumuskan visi dan pandangan hidup juga tidak mungkin terjadi dalam keluarga. Untuk menyediakan waktu yang cukup, mau tidak mau harus ada prioritas yang ditetapkan serta juga pengorbanan akan kesenangan dan kepentingan pribadi.
3.       Setiap orang tua hendaknya mengambil peran dan tanggung jawab dalam mendidik anak
Ada bagian Alkitab yang sangat indah untuk kita renungkan, “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” (Mazmur 127:3-5) Anak-anak tidak akan memalukan bila kita menyiapkan mereka, agar mereka kelak memiliki arah dan makna hidup. Untuk itu, kita perlu mendisiplin mereka, menyatakan kasih Kristus kepada mereka, dan membekali mereka lewat perbincangan kita bersama mereka. Bila kita setia dan tekun melaksanakan Firman Tuhan dalam keluarga kita, sinar pengaruh keluarga kita niscaya akan memancar terang dalam masyarakat. Kita pun boleh berharap bahwa masyarakat sekitar kita akan semakin sehat dan baik pula.

Keluarga adalah orang-orang yang terdekat dalam hidup kita. Apabila keharmonisan dalam keluarga tetap dijaga bahkan hidup susah pun terasa bahagia jika kebersamaan dalam keluarga takkan terpisahkan. Dan berusaha berperan aktif dalam berbakti pada lingkungan dan masyarakat. Sehingga keluarga kita dianggap keberadaanya oleh masyarakat.